Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) termasuk dalam larutan baku sekunder, oleh karena itu, larutan yang akan digunakan dalam titrasi perlu distandardisasi terlebih dahulu. Hal ini disebabkan kestabilan larutan ini mudah dipengaruhi oleh pH rendah (<5), sinar matahari, dan adanya daya bakteri yang memanfaatkan sulfur (S). Pada pH yang rendah (<5), kestabilan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) akan terganggu sebab S2O32- akan mengalami penguraian menurut reaksi berikut :
S2O32- + H+ D HS2O3- D HSO3- + S ¯
Reaksi penguraian yang terjadi pada S2O32-ini berjalan lambat, maka kesalahan pada waktu titrasi tidak perlu dikuatirkan walaupun larutan yang dititrasi bersifat cukup asam, asal titrasi dilakukan dengan penambahan titran yang tidak terlalu cepat. Selain disebabkan adanya reaksi penguraian S2O32-, ketidakstabilan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) juga dipengaruhi oleh adanya aktivitas dari bakteri yang menyebabkan terjadinya perubahan S2O32- menjadi SO3-, SO42-, dan S↓. S ini tampak sebagai endapan koloidal yang membuat larutan menjadi keruh ( tanda bahwa larutan harus diganti ). Untuk mencegah aktivitas dari bakteri, pada pembuatan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) hendaknya digunakan air yang sudah dididihkan atau dapat pula ditambahkan pengawet seperti khloroform, natrium benzoat, atau HgI2.Standarisasi larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) biasanya menggunakan larutan KIO3 yang mempunyai kemurnian yang tinggi, sehingga cukup memenuhi syarat sebagai larutan baku primer. Namun sebagai baku primer KIO3 juga mempunyai kelemahan yaitu mempunyai berat ekivalen yang cukup rendah yaitu sebesar 35,67.
Daftar Pustaka :
Harijadi, W., 1993, “Ilmu Kimia Analitik Dasar”, halaman 212- 233, PT. Gramedia, Jakarta.
Keywords :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar